LAMPUNG – Lembaga Swadaya Masyarakat Restorasi Untuk Kebijakan (LSM RUBIK) Provinsi Lampung kembali turun ke jalan dengan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Aksi ini terkait dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang diduga terjadi di sejumlah instansi di Kabupaten Way Kanan, seperti Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Kesehatan, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainal Pagar Alam.
Dipimpin oleh Feri Yunizar, Ketua LSM RUBIK, aksi ini menarik perhatian publik dengan tujuan menyampaikan aspirasi terkait dugaan penyimpangan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Feri menjelaskan bahwa aksi ini adalah bagian dari komitmen lembaga dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi di Lampung.
“LSM RUBIK hadir sebagai lembaga yang peduli terhadap masalah korupsi dan pungutan liar di Lampung. Kami berkomitmen menegakkan hukum bagi para pelaku korupsi, dengan prinsip tanpa pandang bulu dan tekad kuat untuk mewujudkan keadilan,” ungkap Feri di depan Kantor Kejati Lampung.
Aksi yang berlangsung damai ini diikuti ratusan massa yang membawa berbagai alat peraga, seperti poster, bendera, dan spanduk. Di antara tuntutan yang disampaikan, Feri menyoroti dugaan pengadaan obat-obatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan pada tahun 2022 yang dianggap bermasalah. “Diduga obat-obatan yang dibeli hampir habis masa kedaluwarsanya, ini patut dicurigai sebagai indikasi adanya persekongkolan dan korupsi sistematis,” ujarnya.
Feri juga mengungkapkan adanya indikasi mark-up di RSUD Zainal Pagar Alam terkait honorarium pengelolaan keuangan, serta dugaan kegiatan fiktif di Dinas Pemuda dan Olahraga. “Ada indikasi penyimpangan pada pembiayaan kegiatan olahraga yang sebenarnya sudah dibiayai oleh KONI. Kami menduga kegiatan tersebut fiktif,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pengeluaran BPKAD Kabupaten Way Kanan yang dianggap tidak sesuai dengan standar harga barang dan jasa. Contohnya, harga alat tulis kantor yang jauh di atas harga pasaran. “Berdasarkan Perbup, harga pena Bolliner Biru ditetapkan Rp40.000 per buah, sedangkan harga pasaran hanya sekitar Rp15.000. Ini menjadi bukti lemahnya integritas dan potensi korupsi,” lanjutnya.
Di akhir orasi, Feri menegaskan bahwa pihaknya akan melaporkan dugaan kasus-kasus tersebut secara resmi kepada aparat penegak hukum. Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas Kesehatan, RSUD Zainal Pagar Alam, Dispora, dan BPKAD Kabupaten Way Kanan belum memberikan tanggapan resmi.
LSM RUBIK menjadwalkan laporan resmi dalam waktu dekat. Ikuti perkembangan lebih lanjut dalam edisi mendatang. (*)