2 tahun kisah Lokaholik memuliakan artisan nusantara. Lokaholik hadir dalam dunia bar yang dibanjiri produk impor dengan idealisme dan keberaniannya menjadi sebuah rumah minum yang hanya menggunakan bahan lokal.
Lokaholik, rumah minum
Nusantara di Melawai, Jakarta Selatan. Istimewa bukan hanya karena bernuansa
sebuah mesin waktu, namun karena keberaniannya untuk mempromosikan kekayaan
budaya minuman fermentasi Indonesia.
2 tahun sudah Lokaholik berdiri tegak berjuang mencari tuan dan puan para pejuang untuk mempromosikan karya artisan minuman fermentasi nusantara yang sejatinya menjadi bintang di mancanegara.
Lokaholik berdiri di tahun 2022, kala pariwisata ditaklukan oleh ganasnya pandemi. Para
artisan minuman distilasi yang tadinya beralih karir menjadi bartender kapal
pesiar mulai mencoba peruntungannya meramu resep arak di Bali yang mereka
dapatkan secara turun menurun dari keluarganya. Sebagian artisan, mereka akhirnya dapat membangun brand mereka
sendiri walaupun masih terus berjuang mendapatkan sebuah ‘rumah’ untuk ciptaan
mereka.
<img style="width: 100%;" src="https://imagedelivery.net/H6_s_Eb_ylTWnSEV3HlmYQ/3674d6a7-e8b7-4c90-95c7-c03353ea4c00/public" alt="Petugas membersihkan logo Lokaholik. 2 tahun Lokaholik berdiri di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, menjadi rumah minuman nusantara bagi para artisan minuman fermentasi nasional.
” />
“Saat kami mulai, banyak sekali yang skeptis dan
bahkan berpikir kami tidak akan bisa bertahan. Banyak juga yang berpikir kami
akan beralih menjadi bar biasa yang menggunakan barang impor, padahal minuman
(bangsa) kita ini enak dan tidak kalah dibandingkan produk impor,” ujar Joshua
Simandjuntak, pendiri Lokaholik.
Budaya minum Nusantara sudah tercatat sejak abad ke-7
dalam Sejarah Lama Dinasti Tang oleh I-Tsing.
I-Tsing, dalam kunjungannya ke Kerajaan Kalingga (antara Pekalongan dan
Jepara) menulis, “Negeri ini sangat kaya. Orang-orang di negeri
ini membuat arak dari bunga pohon kelapa yang menggantung. Panjang bunganya
lebih dari tiga kaki. Tebalnya sebesar lengan orang dewasa. Untuk menjadi arak, bunganya akan dipotong
dan niranya dikumpulkan, rasanya manis.”
Tuak, minuman fermentasi berbahan dasar palma
yang jarang ditemukan di negara lain di dunia.
“Budaya ini dulunya terkenal, dikagumi, namun sekarang
sering ditutupi. Para artisannya tidak
dihargai dan industrinya tertidur bagaikan sebuah harta karun yang belum
tergali apalagi dimanfaatkan,” jelas Joshua sambil menunjukkan jarinya ke
barisan rapi botol-botol berisi minuman beralkohol dari segala penjuru
nusantara di belakang meja bar.
<img style="width: 100%;" src="https://imagedelivery.net/H6_s_Eb_ylTWnSEV3HlmYQ/83a286a4-d9aa-4db3-9d98-a3443f90a900/public" alt="Bar dengan ragam minuman lokal di Lokaholik.
” />
Menjadi “Rumah” bagi artisan nusantara
Di kala banyak bar dan restoran malu menyajikan
minuman lokal bahkan enggan mencantumkan merek minuman lokal yang mereka
jadikan campuran dalam sajian mereka. Lokaholik mengambil resiko mencantumkan
nama merek para-artisan nusantara dengan bangga. Saat ini sudah ada 13 merek
lokal yang digunakan oleh Lokaholik, beberapa diantaranya merupakan perusahaan
lokal telah memperluas pasar mereka ke luar negeri seperti Cap Tikus, Haten
Wine dan Iwak.
“Banyak sih tamu yang akhirnya berpikir bar itu
kelasnya kurang baik, apabila menyajikan barang lokal. Ada juga tamu yang berharap barang lokal
harus murah walaupun minuman tersebut berkualitas superior dan dapat dibandingkan dengan minuman impor yang memiliki harga 2-3 kali lipat lebih tinggi,” Joshua
mengutarakan motivasinya mendirikan Lokaholik.
<img style="width: 100%;" src="https://imagedelivery.net/H6_s_Eb_ylTWnSEV3HlmYQ/3b2521b0-8940-4200-9378-e773652d4400/public" alt="Pengunjung Lokaholik menikmati minuman fermentasi lokal berkualitas internasional.
” />
“Bagi saya, Lokaholik ini
pahlawan. Walaupun kami sempat menjadi souvenir acara G20, kami waktu itu tidak
memiliki rumah permanen untuk memperkenalkan produk kami, hingga saat itu kami
diajak masuk ke Lokaholik. Saya melihat ciptaan saya sebagai sebuah kanvas
untuk para artisan muda dapat berkarya agar lebih banyak lagi anak muda dapat
menjaga dan mengembangkan budaya ini,” tandas Ida Ayu Puspa Eny salah satu
artisan pencipta Iwak Arumery sambil menuangkan minuman ciptaannya.
Banyak artisan muda memulai perjalanannya meramu dan
meracik minuman fermentasi dan distilasi nusantara di balik meja bar dalam
perjalanannya menjadi seorang mixologist. “Saya berusaha menciptakan sebuah racikan cocktail
yang memiliki citarasa lokal namun dapat mudah dinikmati oleh tamu
internasional”, Panji Mulyadi, head bartender Lokaholik menyampaikan
visi yang tertuang dalam semua ciptaannya.
Ketua Gerakan Fermentasi Nusantara (Fermenusa) Bambang Britono turut menyampaikan dukungannya terhadap keberadaan Lokaholik. Ia mengatakan, “Kami berharap tujuan mulia Lokaholik menjadikan minuman fermentasi tuan rumah di negeri sendiri dapat menjadi tolak ukur dan inspirasi bagi industri restoran dan bar di Indonesia.”
“Ke depannya, saya ingin Lokaholik ini dipenuhi para
pemikir kritis dan kreatif Nusantara yang ingin berbagi rasa, cita, dan
bahagia,” Joshua memandang ke hiruk pikuk para pengunjung malam itu.
“Aku suka singkong, kau suka keju,” syair lagu dari
musisi lawas Ari Wibowo terdengar di Lokaholik malam itu. Memang betul kata Bang Ari, Indonesia yang
anak singkong tidak perlu menyamar menjadi anak keju, menjadi tuan rumah di bangsanya sendiri.
2 tahun sudah Lokaholik
berdiri tegak berjuang mencari tuan dan puan para pejuang untuk mempromosikan
karya artisan nusantara yang sejatinya menjadi bintang di mancanegara.
Terlihat banyak tuan puan para pejuang dan punggawa
bersenandung dan tertawa, berjoget tipis, dan duduk santai menyeruput ‘Kembang Desa’
cocktail andalan Lokaholik, sang Anak Singkong yang nekad menjadi rumah minum 100%
Nusantara yang pertama di Indonesia.